Asalamuallaikum wr.wb
SALAM MAHASISWA , HIDUP MAHASISWA INDONESIA
Puji syukur marilah kita panjatkan atas kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia yang tiada hentinya kepada kita semua sehingga terpilihnya pengurus baru di MAJELIS PERMUSYAWARATAN MAHASISWA UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA periode 2016 – 2017.Shalawat beserta salam kita junjungkan kepada suri tauladan kita yakni Nabi Muhammad SAW yang kita rindukan safaatnya hingga di akhirat nanti.
Mahasiswa adalah agent of change memiliki tugas besar untuk
memperbaiki berbagai macam problematika yang ada di masyarakat saat ini.
Melalui pemikiran idealis yang dimilikinya, mahasiswa selalu bersikap
kritis terhadap lingkungan sosial di sekitarnya yang dinilai tidak adil.
Kritik tersebut sering dilayangkan kepada pemangku kebijakan yang
dinilai memiliki andil besar terhadap ketidakadilan yang muncul
belakangan ini. Sayangnya, sering kritik tersebut dilakukan melalui
berbagai kegiatan yang menurut beberapa pihak merupakan cara yang kurang
efektif dalam menyampaikan kritik.
Keberhasilan reformasi 1998 telah membawa bangsa
Indonesia mengalami perubahan struktur kekuasaan yang sangat fundamental.
Kedaulatan yang dahulu berada di tangan MPR yang merupakan lembaga tertinggi
negara, kini berubah secara mendasar menjadi kedaulatan konstitusi dimana semua
lembaga negara memiliki susunan dan kedudukan yang setara, dimana antar lembaga
dapat melakukan fungsi check and balances sehingga kehidupan
ketatanegaraan kita diharapkan dapat lebih baik dari pada zaman sebelum orde
reformasi.
Pun demikian kaitannya dengan hubungan Lembaga
Eksekutif dengan Legislatif. Keadaan yang terjadi sebelum era reformasi adalah
kekuasaan eksekutif terlalu ‘superior’ dalam hal kewenangannya membuat undang –
undang. Akan tetapi, pasca amandemen UUD’45 yang merupakan salah satu buah
reformasi ’98 , hal itu mengalami pergeseran yang cukup signifikan dimana
sekarang kekuasaan legislatif mempunyai porsi yang lebih besar dibandingkan
eksekutif. Artinya supremasi rakyat (yang dalam hal ini adalah DPR) mempunyai
tempat yang lebih menguntungkan dan lebih kuat dibandingkan dimasa lalu. Dan
oleh karena itu, sudah menjadi keharusan bagi rakyat yang diwakili oleh DPR
dapat memainkan peran yang lebih baik dan dapat mengakomodir kepentingan
masyarakat bawah melalui produk – produk yang dihasilkan melalui lembaga
legislatif.
Dalam kehidupan ketatanegaraan kita mengenal
konsep pembagian kekuasaan.Montesque pernah membagi tiga kekuasaan dalam upaya
pengondisian tata negara yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif dimana
eksekutif adalah sentral yang menjalankan pemerintahan, legislatif adalah
pembuat batasan sekaligus pengawas, dan yudikatif penjudge terhadap
penyimpangan penyelenggaraan negara. Saat ini negara kita (Indonesia) pun
memakai konsepsi tersebut walaupun agak sedikit berbeda karena adanya MPR
disana, konsepsi (Montesque) yang lebih modern dibandingkan konsepsi monarki
seperti Inggris atau Prancis pra-Revolusi atau pun Soviet dengan Presidiumnya.
Menarik sekali jika mencoba
mencermati perkembangan gerakan mahasiswa sekarang ini. Ide-ide revolusi
sistemik, pemerintahan rakyat miskin, dan lain-lain, ini merupakan tawaran
segar yang tentu saja memerlukan telaah yang cukup mendalam. Salah satu di
antara yang cukup menarik adalah prawacana atas student government
(pemerintahan mahasiswa/negara mahasiswa). Ia diartikan sebagai pelembagaan
kepentingan politik mahasiswa dalam format negara mahasiswa, namun tidak sama
dengan negara, di mana konsepnya tidak terlepas dari teori negara. Kalau boleh
di sini disederhanakan maka student government adalah gerakan mahasiswa yang
dilembagakan/diformalkan.
Student government
merupakan bentuk pemerintahan yang mengambil alih kekuasaan sehingga
unsur-unsur kekuasaan dan kekuatan negara akan dikuasai oleh mahasiswa, hal ini
tak lepas dari keprihatinan semakin tidak jelasnya arah reformasi. Kemudian
yang kedua student government diberi kesempatan untuk menentukan kebijakan
negara dengan masuk ke dalam sistem kekuasaan namun tidak seluruhnya. Sedangkan
yang ketiga student government merupakan wadah gerakan mahasiswa itu sendiri
yang di dalamnya mempunyai bentuk sama atau mirip dengan negara. Yang terakhir
inilah yang barangkali menjadi entry point student government dalam patron
reformasi. Selain dari segi formil/bentuk lembaga tersebut juga perlu
dipikirkan bentuk materiil/substansi/prinsip dasarnya. Student government
mempunyai, paling sedikit, 5 prinsip dasar yakni moralitas, intelektualitas,
politis, independen, dan sejajar.
Kampus, tempat dimana bersemainya beragam nilai
dan pemikiran juga mengadopsi konsepsi Montesque dalam Student Govermance,
di Indonesia Trias Politica di kampus dimulai semenjak turunnya era Orde Baru,
sebelumnya pada era Orde Lama yang dipakai adalah kepemimpinan Presidium dengan
Dewan Mahasiswanya, lalu sekitar tahun 80-an dan 90-an disaat adanya NKK/BKK
dimulailah berdirinya Senat Mahasiswa yang hanya mencakup fakultas, namun pada
saat itu senat adalah lembaga eksekutif, legislatifnya adalah Badan Pengawas
Senat, barulah muncul Badan Eksekutif Mahasiswa yang
dari awal Senat mereka berbeda dengan apa yang ditawarkan pemerintah orde baru
yaitu Senat Universitas. Setelah itu BEM tumbuh di berbagai kampus Indonesia.
Ketika eksekutif sudah terbentuk barulah muncul lembaga legislatif kampus yang
memang harus ada sebagai syarat mutlak penggunaan konsepsi Trias Polica seperti
DPM, BPM atau MPM.
MPM UNESA sebagai lembaga legislatif, mahasiswa mempunyai
3 peran strategis yang dapat dimainkan yaitu, peran legislasi, control,Aspirasi
dan anggaran. Agar dapat melakukan ketiga peran tersebut dengan baik tidaklah
mudah, aktivis mahasiswa haruslah mempunyai sistem yang kuat serta mesin
organisasi yang solid. Selain itu aktivis lembaga legislative mahasiswa
dituntut untuk memiliki kemampuan untuk memahami dan menganalisis setiap peran
yang ia mainkan serta yang tak kalah penting adalah konsistensi dari sebuah
agenda yang kemudian di terjemahkan dalam aksi – aksi di lapangan. Karena
selama ini, kita para aktivis mahasiswa ternyata lebih banyak mengusung agenda
tetapi hal itu tidak dibarengi dengan aksi yang mendorong /menopang goal
setting agenda tersebut. Bahasa kasarnya adalah kita banyak
mengagendakan isu – isu, habis itu kita tinggal pergi dan tenggelam dengan
agenda yang baru.
Dari ketiga peran diatas, ada beberapa hal yang
perlu dilakukan aktivis lembaga legislative mahasiswa agar peran lembaga
legislative lebih tepat pada sasaran dan dapat menghasilkan output yang
mengakomodasi kepentingan mahasiswa. Pertama, agar peran legislasi dapat
berjalan dengan baik ada beberapa tahapan yang harus dilakukan oleh aktivis
lembaga legislative mahasiswa. Yaitu : identifikasi masalah atau isu, analisis
opsi kebijakan, penentuan opsi kebijakan dan rencana implementasinya di
lapangan. Legislator kampus sebagai perwakilan mahasiswa adalah mereka
yang nantinya akan merumuskan tertatanya sistem kampus dan tersampaikannya
suara mahasiswa secara integral ke rektorat. Jika dilihat ligislator tersebut
kerjanya hanya rapat dan sidang, karena memang bukan sebagai Lembaga
Eksekutif yang menyusun gerakan dengan proker-proker andalan..
Sedangkan untuk mendukung peran kontrol atau pengawasan, parameter yang
digunakan adalah : data kinerja pengawasan teknis, SOP Standar Pelaksanaan
Oprasional, konfirmasi dan verifikasi dan tindakan politis
serta keobjektifan data seperti observasi langsung ataupun riset data
hitam putih. Peran ketiga yaitu anggaran dapat dilakukan dengan cara lembaga
legislative menjadi pihak sentral dalam pengalokasian dana kegiatan
kemahasiswaan, untuk Eksekutif.Gambaran yang sangat rumit jika
hanya dilihat sekilas saja mengenai lembaga kampus yang paling tertinggi ini.
Keberanian Legislatif Kampus akan sangat berpengaruh dalam tatanan kehidupan
kampus, (seperti amandemen AD/ART sampai merubah sistem ataupun pemakzulan
Presma) karena jika Legislatif kampus tidak terdengar sama saja aspirasi
mahasiswa tidak disuarakan. Inilah ciri khas yang harus dimiliki
Legislatif Kampus. Berani tegas demi perubahan, progresif sebagai penopang, dan
pelindung kesewenangan rektorat.
SALAM...